Sabtu, 24 November 2012
Cerpen Realita
Malam Satu Syuro
Ketika matahari berada di zenith cakarawala dunia, terangan dari fikiran seorang bernama fikri akan mendaki sebongkah gunung di kawasan klakah, kabupaten Lumajang. Dia mengungkapkan semua perasaannya kepada semua anggota pendekar hijau sebuah sebutan para ranger yang sehobi dengannya, maklun selama ini mereka sama – sama menganggur, tiada kerjakan menjelajahi dunia antah berantah bersama – sama kembali, namun diantara semua anggota muncul satu pemberani yang menawarkan jasanya untuk menemani fikri untuk mendaki dan menjelajahi alam malam satu syuro di pegunungan lemongan yang terkenal mistis pada waktu itu. Dialah aiz, anggota muda para pendekar hijau yang baru saja melaksanakan pendidikan dasar. Mereka mulai merencanakan rencana agar dapat menapaki alam dengan perasaan senang dan hati nyaman. Memang apa yang ada d benak mereka, mereka dengan bangganya mendaki pada malam itu padahal terjadi perdebatan pada hati mereka antara syahwat dan tradisi yang melarang mereka untuk mendaki daratan tersebut, tapi anehnya mereka malah berfikir bukan ranger jikalau pendakian tersebut gagal hanya karena tradisi yang belum terbukti kebenarannya,. Mereka mulai menyiapkan segala hal yang dibutuhkan saat disana, paling hanya kebtuhan survival yang gila dan perlengkapan secukupnya. Tanggal 29 bulan besar digunakan mereka untuk mempersiapkan segalanya dengan matang dari perlengkapan sampai konsumsi yang akan dimakan disana.
“Bro, gak bawa sesajen?”aiz bertanya
“ngaco lo, mau mati disana!”fikri menjawab
Sebuah niat yang gila dari aiz saat mau membawa sesajen saat mengunjungi tempat mistis tersebut, untungnya fikri sebagai orang yang sudah mengetahui dan pernah menapaki kerasnya alam disana dapat menahan niat aiz yang ingin mencari wangsit dalam istilah orang jawa.
Ketika mencapai hari terakhir pada bulan besar, mereka tetap melaksanakan kegiatan dipaginya, mereka tetap mengunjungi peradaban tempat mereka mencari pengetahuan tentang hikuk pikuk asas dan filsafat dunia. Sepulangnya dari sana mereka langsung packing di rumah masing – masing dan setelah itu berkumpul di KA, bukan singkatan kereta api lo ya, tempat ini merupakan singkatan dari kartini, maksudnya tempat orang – orang menikmati secangkir kopi hangat disertai canda dan tawa. Peribadatan saat tinggi bayangan sama dengan bendanya telah dilakukan, mereka langsung berangkat ke desa papringan, klakah, tempat mereka melakukan kegiatan alam yang gila. Ketika matahari menyurupkan cahayanya, mereka sampai di desa papringan yang sudah mulai gelap dan dipenuhi suguhan alam dan bukit yang elok dihati
“lanjut Bro?”fikri bertanya.
“lanjut Brai”.Aiz menjawab. Dengan gagahnya sok berani, biasalah feeling anak pertama yang merasakan indahnya surga dunia, belum tau kondisi sesungguhnya ia.
Saat matahari menutupkan alisnya mereka mulai sampai di kamp pertama mbah citro, sebuah petilasan tua berusia ratusan tahun, yang waktu itu penuh dengan peziarah yang sibuk memasang doa dan sesajen disana. Lalu mereka mulai melaangkahkan kakinya memasuki alam hutan dan padang savanna luas yang menjulang dari atas ke nadir kaki dimana mata mereka melihat. Langkah demi langkah mereka tapakkan, diangkatlah dagu mereka bersama sambil berteriak “TABAH SAMPAI BERHASIL”gerang mereka berdua.
“masih jauh mas bro”?tanya Aiz, dengan terhengus – hengus.
“dekat lagi kok”. Sedikit menipu aiz, padahal pos watu gede masih sisa dua bukit lagi.
Cahaya matahari sudah tidak menampakkan biasannya, mereka mengeluarkan senter agar dapat melihat dunia malam di sekitar mereka.
Brrrrrr wssshhhhh.
“Suara apa itu “ gerang aiz, padahal hanya hembusan angin yang yang melalui pepohonan.
“fik, gua takut bener ni”. Gerang aiz kembali.
“Santai bro, lanjutkan saja langkahmu, jangan kau tengok kanan kiri bro, nanti malah membuatmu takut.” Mendinginkan aiz.
“oke – oke bang”. Aiz menjawab.
Setengah perjalanan mereka lalui, mereka mengalami kendala yang hebat, tersesatlah penyebab utamanya. Hal itu lantas membuat hati mereka berdua mejaadi risau dan galau.
“bro, ini mana jalannya?”aiz bertanya
“kayaknya ke kiri bro.” fikri menjawab tanpa alasan.
Berjalanlah mereka ke kiri, dengan tabah mereka berjalan padahal mengambil jalan yang salah dan membuat mereka tersesat sedemikian rupa di savanna yang kejam dan berisi dengan hebatnya hukum dan dalil alam.
“kayaknya kita tersesat bro”. Gerang fikri
“loh, serius bro.”Aiz membalas.
“serius ni.” Fikri menjawab. “walau gimanapun kita harus kembali ke jalur sebelumnya dan mengambil jalan kanan bro.”fikri membenarkan
“gimana sih, katanya sudah paham jalan di sekitar sini payah lu”. Aiz memprotes.
“diam aja lu, kau pikir aku ini penjaga kawasan ini apa”. Fikri membalas.
Akhirnya mereka kembali menapaki kembali jalan yang sebelum itu mereka lalui, dan mencari – cari menuju jalan yang benar menuju watu gede di persimpangan bukit sebelumnya. Sungguh perjalanan yang penuh mistis dan hidangan alam yang tidak biasa.
cetaaarrr..”ada petir brai gimana ni?”aiz menggerang.
“aduh, kayaknya mitos tersebut benar brai”. Fikri mendongeng
“santai perbanyak dzikir, kita perbanyak dzikir kepada allah, supaya kita dapat perlindungan dari beliau broo”.ustad aiz mendakwah
“tanpa kau suruh aku sudah melakukannya iz,”gerang fikri.
“bagus, bagus, bagus,”tambah aiz. Maklun aiz merupakan cucu ki mas sayyadi yang terkenal di probolinggo
Tidak terasa waktu terus berlanjut, badai pun menerkam mereka petir dimana – mana, mungkin terbesit diangan mereka suatu penyesalan yang mendalam melawan tradisi yang sebenarnya alam yang membuatnya. Tapi meskipun alam tidak memberikan yang terbaik bagi mereka, mereka tetap harus melanjutkan perjalan tersebut karena sudah suatu resiko yang mutlak bagi mereka tak terhitung kapan dan dimana mereka berada. Sungguh suatu konflik fisik dan batin yang mereka pikirkan sudah membuat otak dan hati beku dalam menghadapi terjangan alam.
“keluarkan poncomu”suruh fikri.
“aduh poncoku di dalam tas bray” tambah aiz
“bodoh kau, padahal barusan diksar, kau menaruh poncomu di dalam tas”. fikri menggerang
“dasar kau ini, egois kau. Jangan hiraukan masalah itu cepat bantu aku.”aiz menjawab.
“alah bastard lu, alibi lu aja kali. sana buka sendiri tas mu.”fikri mengacau
“Shiiit lu”.aiz menyetujui.
Hujanpun turun disertai petir yang menggelegar telinga dan angin yang membahana, namun mereka masih sibuk membuka tas aiz untuk mencari ponco yang di taruh dalam tas. Saat ponco tersebut sudah dipakai untuk perlindungan dari hujan, mereka melanjutkan perjalanan mencari point trek yang benar menuju watu gede. mataharipun berada di nadir kehidupan mereka, mereka mulai menemukan jalan di persimpangan sebelumnya, yang berada jauh di bukit sebelumnya. Dan mereka pun saling menyadari satu sama lain setelah terjadi perdebatan yang sangat hebat antara kedua orang tersebut. Dan melanjutkan perjalan ke watu gede melewati hutan belantara dunia antah berantah yang dibumbui badai lemongan yang mengejutkan mereka.
Lama berjalan mereka pun sampai di watu gede, sebuah onggahan batu besar beserta tanah lapang yang tidak begitu luas. Setelah sampai disana mereka memasang biuvac di atas batu besar dan diikat di antara kedua pohon yang mulai tumbang. Bagaikan sebuah kamp pengungsian korban perang dan tidak ada rumah susun untuk didiami.
“keluarkan kompor bro!”suruh fikri
“oke oke oke”aiz menjawab.
Biuvacpun mereka bangun dan mereka mulai memasak kopi hangat, tapi sayanngnya mereka lupa membawa gula yang seharusnya menjadi pemanis malam indah mereka.
“aduh brai, gua lupa membawa gula”fikri menggerang.
“alah, gitu lo menghina gua, bastard balik buat lu”.aiz menggerang.
“gak papa bray, lu kan bawa coklat bray”fikri menjawab.
“ciyusss”aiz menjawab
“ya, kita buat gula bray, biar manis kayak gua hahahahaha”fikri menggurau
Akhirnya mereka menikmati nkmatnya kopi cokelat panas di atas watu gede dan saling membagi cerita pengalaman cinta mereke berdua. lalu mereka bernyanyi music regae bersama – sama. Tak lama kemudian mereka mengambil sleping bad masing – masing dan tidur di atas onggahan batu besar dan menikmati sisa malam yang indah bersama aungan srigala di hutan antah berantah dan tidak menghiraukan apa yang terjadi setelah itu, hingga matahari membiaskan cahayanya kembali.
Mataharipun telah membiaskan cahayanya merekapun bangun dan melaksanakan peribadatan kepada tuhan mereka atas keselamatan yang telah diberikan selama malam yang keras menemani kedua pendekar yang gila ini.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar